Sudah enam tahun lamanya kami berdomisili di Jeddah, Saudi
Arabia. Namun, baru dua kali termasuk tahun ini, kami menyempatkan diri untuk
sholat Iedul Adha di Masjid Nabawi di Madinah. Kesempatan untuk sholat Iedul
Adha di Masjid Nabawi hanya didapat oleh penduduk lokal termasuk pekerja asing
yang bermukim di Saudi. Hal ini tentunya disebabkan karena pada musim haji,
tidak boleh ada pendatang dari luar negeri yang bisa masuk kecuali dengan visa
haji. Sementara karena tujuan para tamu Allah dari luar Saudi adalah berhaji,
tentunya, sejak selambatnya tanggal 8 Dzulhijjah sore, mereka sudah pergi
meninggalkan Madinah menuju daerah Mekkah untuk wukuf di Arafah keesokan
harinya. Maka, antara tanggal 9-12 Dzulhijjah, boleh dibilang, daerah Madinah
akan sepi dari pengunjung luar Saudi. Inilah saatnya kami merasakan sholat
Iedul Adha.
Kami berangkat menuju Madinah dari Jeddah sejak pagi sebelum
waktu dzuhur dengan rencana mendapatkan waktu sholat ashar berjamaah. Namun,
tentunya bukan hanya kami yang mempunyai pemikiran untuk mendapatkan sholat Ied
Adha di Masjid Nabawi. Maka, saat kira-kira 5 km dari daerah Masjid Nabawi,
kepadatan lalu lintas mulai menghadang. Selain karena banyaknya turis lokal,
juga karena saat ini sedang ada pembangunan jalan layang di jalan besar dekat
Masjid Nabawi. Lalulintas pun sedikit berubah arah. Memasuki daerah perhotelan
di sekitar Nabawi, jalan raya mulai dipadati oleh mobil, baik yang sedang
berjalan maupun yang diam untuk parkir. Terkadang memang di Mekkah dan Madinah
mobil diperbolehkan parkir sejenak di jalan raya saat waktu solat wajib tiba
untuk memfasilitasi orang yang hendak solat. Tetapi jangan sampai telat untuk
kembali ke mobil dan langsung berlalu pergi, karena bila tidak polantas tidak
akan segan-segan menilang mobil kita. Beberapa mobil terlihat langsung diderek polantas
karena parkir tidak pada tempatnya atau parkir berganda.
Arus lalu lintas di daerah perhotelan ini benar-benar padat
merayap. Apalagi karena banyaknya mobil
yang parkir sembarangan bagai menaruh sandal di depan masjid. Sesampainya kami
di hotel, terlihat mobil parkir berderet di pintu parkir bawah tanah,
menandakan kami sedang apes karena tidak dapat parkir. Akhirnya kami dipersilahkan
parkir ganda tepat di depan hotel dengan dijaga oleh satpam. Hal ini disebabkan
oleh banyaknya tamu lokal yang memakai mobil, sementara pada musim umroh,
kebanyakan tamu datang dengan memakai bus charter. Sehingga walaupun hotel
penuh tamu, namun, area parkir tetap tersedia bagi tamu lokal.
Setelah menyelesaikan urusan check in dan menaruh barang di
kamar, kami pun bergegas pergi ke Masjid untuk melaksanakan solat ashar. Waktu
sudah menunjukkan pukul 5, sementara magrib pukul 6 kurang. Di bagian perempuan
sudah banyak jemaah yang berada di dalam maupun di pelataran masjid. Ternyata
mereka ini sudah menunggu magrib. Aku sendiri kesulitan mencari tempat beralas
karpet dan akhirnya setelah agak lama mencari tempat, mendapatkan juga tempat
yang sedikit kosong tanpa alas. Melihat keadaan ini, aku pun berinisiatif untuk
tetap di tempat saja selesai solat ashar. Untuk masuk dan mencari tempat saja
sudah habis 10 menit, jadi rasanya setengah jam tak mungkin cukup untuk bolak
balik lagi ke hotel. Alhamdulillaah putri kecilku tidak rewel.
Hari itu bertepatan dengan hari Arafah tanggal 9 Zulhijjah, hari
dimana kaum muslimin yang tidak berhaji disunnahkan untuk puasa Arafah. Aku
sudah biasa ke Masjid Nabawi pada hari Kamis yang merupakan hari akhir pekan di
Saudi. Dan biasanya juga banyak orang berpuasa sunnah pada hari tersebut. Namun
baru sekarang aku melihat suasana yang berbeda dengan kamis-kamis sebelumnya.
Hari ini, suasananya hampir sama dengan saat puasa Ramadhan. Di atas karpet, sudah
digelar plastik panjang sebagai alas tempat makanan. Jemaah tidak berebutan
mengambil tempat untuk mengambil jatah makanan, namun sebaliknya mereka berebut
memberikan makanan kepada yang lain. Aku yang datang tanpa persiapan untuk
magrib pun bersyukur alhamdulillaah karena selesai solat ashar, tiba-tiba
disebelahku beberapa perempuan Arab paruh baya menggelar plastik alas makan
lalu dengan cekatan menyediakan roti, yoghurt dan kurma untuk masing-masing
orang. Kemudian beberapa gadis remaja lalu lalang membawa air zam-zam untuk
dibagikan karena kebetulan di daerah tempatku duduk agak jauh dari tong air
zam-zam. Benar-benar seperti mini Ramadhan; disebut mini karena volume
pengunjungnya tidak sebanyak saat buka puasa di bulan Ramadhan.
Saat adzan maghrib berkumandang, mulailah kami yang saling
tidak mengenal menyantap bersama-sama iftar kami, atau yang di Indonesia
disebut tajil, makanan pembuka puasa. Suasana berbagi seperti inilah yang
beberapa kali kurasakan saat melaksanakan puasa Ramadhan di Madinah, ramah dan
hangat. Tak heran dahulu Rasulullaah memilih kota Madinah yang tentram ini untuk
berhijrah. Selesai menyantap tajil, kami segera bersama-sama mengemas semua
sampah menjadi satu dalam plastik alas yang panjang. Seorang ibu meminta tempat
sampah plastik dari petugas kebersihan yang sibuk berberes, dan bersama-sama
kami pindahkan semua bekas makanan ke kantong hitam tersebut. Sekejap mata
saja, lantai masjid Nabawi kembali bersih dari segala bentuk makanan dan sampah
dan siap untuk dipakai sholat maghrib berjamaah. Setelah solat magrib selesai,
mulailah takbir menyambut hari raya berkumandang. Suasana malam takbiran di
Madinah berlalu hanya dengan takbir selesai solat fardhu, tanpa ada keramaian
lainnya.
Saat subuh, kami bersiap ke masjid untuk sholat subuh dan
solat Ied. Persiapan yang aku bawa terutama adalah botol air untuk air zam-zam,
permen coklat untuk anak-anak dan sajadah. Memang di dalam mesjid banyak
sajadah yang empuk, namun bila kita pergi tepat saat adzan subuh terlantun,
maka kemungkinannya kecil kita bisa memperoleh tempat di atas karpet. Benar
saja, sudah banyak orang yang duduk di halaman masjid. Namun jangan berkecil
hati dulu. Usahakan saja masuk ke dalam masjid. Kami, aku dan seorang teman
dari Jeddah, berusaha masuk. Ternyata, memang sudah penuh dan yang bersisa
hanya tempat di jalanan saja. Itupun sudah banyak terisi hampir ke pintu
keluar. Alhamdulillaah, paling tidak, kami masih bisa berada di dalam masjid
yang lebih nyaman karena memiliki fasilitas penyejuk udara. Saat itu, suhu
udara walaupun sudah subuh, masih mencapai sekitar 28-30 derajat Celsius. Jadi
lebih baik, aku mencari tempat di dalam sekaligus untuk menaruh anakku yang
masih terlelap tidur.
Setelah solat subuh, kebanyakan orang tidak pergi
meninggalkan mesjid. Begitu juga kami, walaupun hotel kami tidak jauh dari
pintu masjid bagian wanita. Karena setelah solat subuh selesai, biasanya
selambatnya sejam kemudian solat Ied akan dilaksanakan. Saat menunggu seperti
ini, beberapa orang ibu membagi-bagikan makanan manis, seperti permen, mamoul (semacam kue nastar arab isi
kurma) atau kue lainnya kepada orang-orang disekitarnya. Adapula anak-anak
perempuan membagikan semacam gift bag
kecil. Akupun iseng mengeluarkan bekal permenku untuk anak-anak kecil di
sekitarku. Niatku sebenarnya menyuruh putri kecilku membagikannya untuk sekedar
mengajarkannya spirit pesta Iedul Adha, salah satu dari dua pesta besarnya kaum
muslimin. Namun apa daya, dia masih
terlelap tidur walaupun hanya beralaskan sajadah tipis dan banyak dilalui orang
yang hendaklalu lalangi. Benar-benar seperti sang Putri Tidur.
Sholat Iedul Adha pun dimulai kira-kira 45 menit setelah
selesai solat jenazah yang biasa dilakukan hampir tiap selesai solat fardhu di
Masjid Nabawi maupun Masjidil Haram. Terkadang terbetik rasa iri dan keinginan
untuk menjadi seperti jenazah tersebut, disolatkan di salah satu dari dua
mesjid haram. Sungguh suatu penghormatan akhir bagi si jenazah, masya Allah.
Lalu bersama-sama kami sholat dengan imam yang membaca surat
Al A’la dan Al Ghasiyyah, seperti
umumnya sholat Iedul Fitri maupun Adha. Seselesainya sholat, kami sempat duduk
sebentar di dalam, sembari melihat terbukanya sebagian atap Masjid Nabawi,
menampakan langit yang mulai terang. Separuh
kutbah dalam bahasa Arab tersebut berjalan, kami mulai beranjak meninggalkan
masjid. Namun, sayang juga melewatkan do’a yang biasa dipanjatkan di akhir
kutbah. Akhirnya, di pelataran masjid, bersama suami-suami, kami meneruskan
mendengar kutbah, walau kami tidak mengerti artinya. Barulah setelah selesai
berdoa, kami mulai pergi setelah berfoto sejenak.
Mamoul dan Kopi Arab plus Kurma |
Keadaan di luar masjid cukup ramai, walaupun tidak seramai
musim umroh saat para tamu Allah dari luar Saudi berbondong-bondong berziarah
ke Madinah. Kami tidak perlu berdesakan di luar masjid untuk mencapai hotel.
Namun, berbeda keadaannya saat di hotel. Hotel kami termasuk penuh, terasa dari
penuhnya ruangan-ruangan makan pagi. Dan mungkin karena hari ini adalah hari
istimewa, hotel yang termasuk salah satu langganan kami bila kami ziarah ke
Madinah itu, menyediakan menu buffet
yang berbeda dengan menu sarapan di hari biasa.
Toko-toko pun banyak yang tutup. Jadi batal deh niat buat
belanja abaya murah meriah. Hanya pasar kurma kecil dan supermarket Bin Dawood
saja yang buku di pertokoan di depan Masjid Nabawi. Kebetulan hari Ied Adha
kemarin adalah hari Jumat. Tentu saja, siangnya kembali Masjid Nabawi dipenuhi
penduduk lokal untuk bersholat Jumat. Seselesainya solat Jumat, jalanan di
sekitar Masjid Nabawi kembali dipenuhi arus lalu lintas pelancong lokal yang
hendak kembali pulang ke kotanya masing-masing, termasuk juga kami. Kali ini
kami hanya menghabiskan waktu semalam saja di kota Madinah.
Hari Iedul Adha di Madinah kami tutup dengan melaksanakan
sholat Ashar berjamaah di Masjid Quba, yang lokasinya tak jauh dari jalan
menuju keluar kota Madinah. Berdasar hadits, sholat sunnah dua rakaat saja di
Masjid Quba dijanjikan mendapat pahala seperti berumroh. Maka dari itu, kami
menuju kesana, karena sebelum shalat Jumat tidak sempat kesana untuk ziarah dan
mengejar pahala umroh. Ternyata, kembali bukan hanya kami saja yang berpikiran
demikian. Masjid Quba yang biasanya sepi, tiba-tiba dipenuhi orang dan mobil di
tempat parkir. Kembali, mereka sama seperti kami adalah pelancong lokal, karena
setelah selesai solat Ashar, tujuan kami sama, yaitu jalan raya luar Madinah.
Alhamdulillaah, kami dapat merasakan kembali sejuknya
merayakan Hari Raya Iedul Adha di kota Madinah al Munawarah.
Comments
Post a Comment