Skip to main content

"What's in a Name" - My simple intro to Islamic Finance

Souq in Turkey - Image by Raimy Sofyan
Punya suami yg berkiprah di Islamic Finance, sedikit banyak membuat aku belajar. Basic finance knowledge udah ada, cuma apa sih tambahan syariah itu. Seperti dulu pernah dijanjikan di posting tentang saving sambil shopping, I'll try to make an intro to Islamic Finance.

Sebenernya foundationnya very simple, riba itu diharamkan (banyak ayatnya), dan yang diperbolehkan adalah muamalat atau perdagangan. Nah ini basicnya ada di Al Baqarah 275, 282-283. Cuma karena saya bukan ahli tafsir/fikh apalagi ulama, saya ga berani bahas ayatnya, tapi practicalnya aja. Moga2 ada benernya :D.

Jenis-jenis perjanjian muamalah ada bermacam2 dan amat luas bahasannya.

Tapi intinya, adalah, pertama, dasar akad muamalah (business transaction), harus ada perjanjian tertulis yang ada saksinya. Semuanya harus tertulis jelas dan ga ada yang disembunyikan, misal apa yg diperdagangkan, jumlahnya, dibayar kapan, berapa kali, berapa cicilannya, apa saja fee yg incurred dsb. Jadi syarat bertransaksi syariah pertama harus jelas kontraknya (mungkin karena sampe skrg pun org2 disini suka curang dlm bermuamalah :p, tapi itu bkn utk dibahas disini).

Kedua, transaksi usaha harus untuk hal2 yang halal/tidak diharamkan. Makanya tidak boleh ada investasi di peternakan babi or perusahaan bir dan derivativenya. Juga harus ada fairness dan openness dalam perdagangan. Audit syariah harus ada dalam setiap transaksi, bukan utk lembaganya saja per se.

Ketiga, harus ada transfer of assets yang jelas dan berada dalam kepemilikan si penjual. Islam hanya mengenal uang sebagai alat penukar, 1SAR = 1 SAR. Tidak boleh ada riba, yaitu melipatgandakan atau quadrupling jumlah uang yang dipinjam (Ali Imran 3:130). Awalnya otak conventionalku mikir, lah kalo begitu rugi dong yang dipinjemin duit. Kan ada inflasi dan juga present value of 1,000SAR tidak sama dengan nilai 1 tahun lagi.


But Allah allows trading and forbid usury (AlBaqarah 2:275). So, misalkan kita mau beli mobil seharga 100,000SAR secara kredit. Maka Islamic bank kita akan membeli mobil tersebut dari dealer, sehingga kepemilikan mobil berpindah ke tangan bank. Jadinya kita beli si aset baru itu dari bank, bukan dari dealer langsung. Kalo barang udah pindah tangan, pasti si penjual mau jual dengan profit dong.

Nah, Islam memperbolehkan mengambil profit dalam perdagangan selama tidak berlebihan. Barulah si bank akan menilai resiko calon kreditur spt umumnya kerja bank convensional. Dari situ, akan ditetapkan suatu margin persentase, misalkan 1% dan fee atau komisi si bank sebagai shoppernya kita.

Jadi bank dapat profit kira2 5% lah, ambil. Biasanya tidak akan jauh dari profit bank2 lain. Nah ini dia, namanya business tetap saja harus competitive. Bukan karena suatu usaha berlabel syariah, jadi muslim harus beli produk yang dijual. Tapi kita sbg muslim, juga harus melihat apakah produk yang ditawarkan lebih bersaing dari syariah companies lainnya.

Dari situ, mobil akan dijual oleh bank dengan harga tambahan tersebut. Jadi, 105,000SAR adalah harga yang harus kita bayar. Dan ditetapkan pula dalam berapa lama. Misal dalam 5 tahun dibayar setiap bulan. Jadi tiap bulan kita bayar 1,750SAR. Itu hitungan kasar ya. Karena perhitungannya selalu berdasarkan jenis kontraknya. Kalau ilustrasi yang aku kasih itu nama jenis transaksinya MURABAHAH atau jual-beli.

Bank conventional will give you the money, of course dengan tambahan bahwa kita harus bayar lebih dari yang kita pinjam. Dan yang ditransfer kepemilikannya disini adalah DUIT. Kembali duit adalah perantara yang tidak bisa diperjual belikan, kecuali valas, karena nilainya memang berbeda (tapi bkn berarti spt di Indonesia, dimana dolar bagus beda harga dgn dolar jelek. Itu juga tidak diperbolehkan). Selain itu, dalam syariah finance juga tidak diperbolehkan mengubah cicilan yang telah ditetapkan di muka. Padahal, bila kita meminjam uang untuk pembelian rumah atau mobil, rate bunganya bisa naik turun mengikuti BI rate. Tapi biasanya sih bank2 itu maunya naik saja, ga mau ikut2an turun :D

Penghitungan mungkin kelihatannya sama, tapi sistemnya jelas berbeda. Kayak misalnya ayam tiren yg diplintir lehernya sama ayam yg dipotong halal, akhirnya toh di meja makan akan tetep tampak sama, ayam goreng or ayam gule (terserah!). Tapi apakah proses awalnya sama?

Kalau mau pinjam uang, diperbolehkan pula dalam Islam. Tapi ya itu berlaku 1 sar = 1 sar. Pinjem 1 sar ga boleh kembali 2 sar, apalagi 5 SAR. Pemberi dan penerima sama2 bertransaksi riba. Kecuali misalnya yang minjem, kasih lebih sebagai hadiah, karena dulu pas butuh udah ditolong. Nah itu laen soal. Transaksi pinjam meminjam ini, dalam Islamic finance dikenal dengan nama Qard-al-Hasan. Kita ibu2 suka bertransaksi Qard-al-hasan ini dalam arisan, yang dapet duluan, dianggap minjem karena belakangannya nyetor mulu. Yg dpt belakangan dianggap investor karena awalnya nabung mulu heheheh...

Satu lagi contoh. Kita taro deposito di syariah. Ini biasanya akadnya mudharabah atau profit sharing. Si bank bertindak sebagai mudharib (pengelola dana) yg kita simpan. Dia akan kelola utk murabaha, ijarah (sewa), investasi, pokoknya macem2 usahalah. Nah, pasti tiap bulan bakal dpt yield berbeda2, tergantung pinter2nya si bank mengatur dana nasabah plus faktor ekonomi. Kl lagi untung bnyk, dptnya banyak, untung dikit, dpt dikit. Fair. Tidak mungkin dijanjikan di awal bulan akan dapet segini.

Di bank biasa, udah dijanjikan duluan bakal dapet sekian persen, padahal belum ada transaksi bisnis atau aset yg berpindah. Jd mau si bank untung banyak atau dikit atau rugi, bunga yg didpt sama. Lah rugi di yang punya dana, enak di banknya dong.

Trus, pas kyk financial crisis kemaren. Bank udah janjiin bakal dpt sekian persen, eh ternyata dana yg ada ga bisa bayar bunga. Sementara, kredit pada macet juga. Akhirnya pada collapse kan conventional banks. Bank syariah walaupun rugi, tetap saja masih bisa exist, karena dlm perjanjian untung rugi ditanggung bersama. Makanya, post financial crises, sekarang di dunia, islamic banks mulai bertebaran dengan capital yang ga tanggung2 besarnya.

Intinya, trade tidaklah sama dengan riba. Maka kami (hubby n me) sama sekali tidak setuju sama orang yang bilang, profit margin dengan riba itu sama, cuma ganti nama. After reading the above, please tell me dimana samanya?

Kapan2 kalo ga males mbahas berbagai jenis transaksi dlm islamic finance. Ada Murabaha, musharaka, ijarah, mudarabah dkk.

Old saying goes, "What's in a Name? A rose by any other name would smell as sweet". Yup, definitely agree. Suatu bentuk makhluk tidak akan berubah sifatnya, kalau cuma namanya doang yang diganti. A riba by any other name would smell as hell".

Comments