Skip to main content

Zermatt, A Car-Free City All Year Round

Gerbangnya Zermatt, Plaza Stasiun kereta
Setiap kali membaca berita tentang car-free day di Jakarta akhir-akhir ini, aku selalu teringat kembali akan kunjungan ke Zermatt pada November 2011. Apa hubungannya kota kecil di tengah pegunungan Alpen ini dengan car-free day? Hubungannya erat sekali, karena kota kecil yang indah dengan udara yang bersih dan segar ini sejak tahun 1947, tidak memperbolehkan mobil berbahan apapun kecuali listrik, berjalan di dalamnya. Pantas saja udaranya terasa ringan sekali di paru. Belum lagi sejuknya, soo refreshing.

Kayak bemo ya mobil listriknya

Mobil2 Listrik menunggu penumpang


Zermatt sendiri merupakan sebuah kota kecil di kanton (semacam daerah otonom di Swiss) Valais, yang letaknya berbatasan langsung dengan Italy. Ia berada di ketinggian 1,620m dan dikelilingi oleh puncak pegunungan Alpen. Well, paling tidak sepertiga dari sedemikian banyak puncaknya sih. Dan dari sedemikian banyak puncak pegunungan Alpen, yang paling terkenal adalah Puncak Matterhorn, puncak tertinggi di Switzerland, yang menjulang setidaknya setinggi 4000 meter. 

Tau coklat Toblerone yang ngetop itu? Pernah memperhatikan symbol gambar yang terpampang di tiap bungkusnya? Nah,gambar gunung kan tuh. Itulah Puncak Matterhorn. Barangkali puncak ini merupakan puncak yang paling banyak difoto orang, paling banyak didaki, dan juga paling banyak dinikmati pemandangannya.


Nah, karena tidak bisa sembarangan mobil atau kendaraan umum masuk Zermatt, maka turis yang membawa mobil diberi tempat parkir di kota-kota (tepatnya sih desa kali ya, saking kecil-kecilnya) sekitar Zermatt. Letak kota-kota ini dibawah Zermatt, dan yang terdekat adalah kota Tasch, tempat kami menginap dan memarkir mobil kami. Menuju ke Tasch pun tidak mudah. Jalannya mendaki dan curam serta cukup sempit. Duh, mana waktu itu winter pula. Jadi jam 7 pm pun sudah gelap. Jadi naik menuju Tasch yang tingginya sekitar 1.449m dari atas laut ini sudah membuatku sport jantung sendiri.

Selain itu ada dua pertimbangan lain untuk menginap di Tasch selain kedekatannya ke Zermatt. Pertama, Zermatt merupakan salah satu kota dengan biaya hidup termahal di Swiss, begitu pula penginapannnya, karena ia merupakan kota tujuan utama sebelum naik ke daerah Puncak Matterhorn dan juga merupakan kota tujuan untuk wisata penyembuhan (curing and healing spa). Kedua, untuk menginap di Zermatt, karena tidak boleh membawa mobil, jadi kami sudah pusing saja membayangkan menggeret koper segede gaban, stroller dan terutama 2 anak kecil, ke atas naik kereta. Jadi kami cari penginapan dari booking.com dan dapat penginapan murah, Aparthotel yang dekat stasiun kereta Tasch dan parkirannya gratis :).

A room with a view :)
Aparthotel yang kami inapi ini kami pesan untuk akomodasi 2+1 persons karena, anak di bawah 5 tahun tidak dihitung. Tapi setelah kami lihat tempatnya, sepertinya orang seRT juga muat nginep disini. Suatu apartment dengan 1 kamar dengan ruang tamu yang luas, dilengkapi dengan dapur kecil, 1 kamar mandi yang cukup luas dan 1 toilet. Jauh berbeda dengan kamar di hotel Etap yang baru saja kami tinggalkan di Val d'Europe dekat Disneyland Paris.

Ruang tamu kamar aparthotel kami
Setelah cukup beristirahat, paginya setelah breakfast kami memulai perjalanan ke Zermatt. Sebenarnya bisa saja kami tinggalkan mobil di hotel dan berjalan kaki ke stasiun karena cuma sekitar 400 m (10-15 mins jalan santai). Tapi daripada setelah turun harus jalan kaki lagi ke hotel, mendingan, kita parkir saja mobil di parking lot stasiun, untuk menghemat waktu pulang. Waah, ongkos parkirnya, lumayan juga nih. 4 jam 7 CHF (sekitar 24sar), 8 jam 13 CHF. Perkiraanku sih, minimal 5 jam di atas. Udah jauh-jauh kesini masak mau cuma sebentar doang, karena menghemat parkir...doooh.

All aboaaaard!!
Kereta yang akan kami naiki adalah kereta yang aku ceritakan di atas, yang akan membawa koper-koper visitors ke Zermatt. Eh, ternyata keretanya besar dan nyaman. Baggage roomnya juga besar. jadi enak kalau bawa bagasi. Selain itu, tiketnya kan tidak terbatas waktu, bahwa kita harus ikut kereta pada jam tertentu. Bebas aja naik kereta yang siap berangkat. Perjalanan pun tidak terlalu lama. Walaupun terasa banget menanjaknya. Tapi anak-anak, terutama si mas superhero amat menikmatinya, dengan terus-terusan memandang dari balik jendela.

Mejeng sebelum berangkat

Baggage wagon. Luas kaan.
Akhirnya, sampai juga nih ke Zermatt. Kota ini terlihat begitu apik dan mungil. Mungil karena saat ambil 360degrees view, pandangan mentok ke rumah-rumah kayu ala rumah Heidi semua. Jalan-jalan setapak berbatu menjadi jalan utamanya. O, iya, kalau mau ngaspal kan pasti ngeluarin asap diesel ya mesin stoomnya. Makanya kota ini terlihat seperti kota tua dan inilah yang aku suka. Belum lagi udaranya yang seger banget (maap diulang kalimatnya. Maklum jarang dapet udara tanpa polusi).


Bahnhofplatz, alun-alun di depan ke dua stasiun
Keluar dari stasiun kereta, tepat di seberang jalan ada semacam stasiun kereta lagi. Loh, itu apa? Kami bergegas kesana. Ooh ternyata ini untuk naik lagi ke daerah atas, mendekati Puncak Matterhorn. Orang berlalu lalang membawa bermacam peralatan, mulai ski gear, hiking gear, sampai photography gear. Hanya kami yang pakai toddler gear, alias stroller. Wah, melihat rute di petanya, bingung juga. Kami muterin pandangan kembali dan kembali terpaku melihat pintu masuk stasiun yang ternyata tepat di sebelah kanannya ada tulisan besar "Information". Aiiih, ga liat dari tadi.

Di pusat information yang hangat ini, kami disambut pula dengan hangat dan ramah dengan petugasnya. Dijelaskannya tentang rute naik ke daerah Gornegrat dan pemberhentian sebelumnya. Untuk jelas melihat Puncak Matterhorn dan memulai hiking, bisa dari daerah Gornegrat ini. Setelah memberi kami peta dan 2 sticker Wolly the Lamb yang menjadi maskot kota Zermatt, kami pun memutuskan menuju ke atas dulu untuk mencari salju. Ternyata, walaupun Zermatt sudah di atas gunung, dan saat itu sudah bulan November, udaranya belum cukup dingin untuk menghasilkan salju.

Depan stasiun menuju Gornegrat

Melihat harga tiket keretanya cukup kaget juga. Untuk sampai ke puncak Gornegrat, harus merogoh kocek 80CHF per orang pulang pergi. Sementara untuk ke tempat hiking terdekat, Riffelberg cukup 48CHF saja. Akhirnya kami putuskan ke Riffelberg saja. Karena teringat perjalanan tahun sebelumnya ke Interlaken, kami cuma naik sampai daerah Kleine Scheidegg dan tidak sampai ke Jungfraujoch saja, sudah dapat salju. Dan ramai sekali orang main ski. Atau hanya sekadar menikmati hiking dan melihat pemandangan.


Ternyata saat sampai ke Riffelberg, tempatnya sepiiii sekali. Tidak ada orang main ski maupun tempat suvenir. Restoran satu-satunya pun tutup. Sempat kecewa juga nih. Tapi, ternyata tak ada kata kecewa bagi anak-anak. Melihat salju, mereka langsung menerjang tumpukannya. Bahkan jagoanku sudah langsung berusaha membuat bola salju. Terjangan bola salju yang dingin menyadarkanku akan hikmah dari sepinya tempat ini. Kami bisa bebas bermain yipppeee...

Mejeng di depan Matterhorn

Lay down on the snow
Karena sepinya tempat ini, saljunya pun tebaaal sekali. Salju itu tingginya sampai sebetis kakiku. Kalau berjalan cukup harus mengeluarkan usaha, karena lembutnya salju, membuatnya susah diinjak. Mencoba menginjak salju yang mengeras jadi es, juga cukup licin, membuat kami tergelincir. Kami pun mencoba berjalan terseok-seok menerabas salju menuju tempat yang datar di bawah restoran.

Bingung pula untuk membawa stroller si adek turun. Tapi karena tak banyak orang (bahkan mungkin hanya kami disitu, karena orang yang turun bersama kami, langsung hiking entah kemana), kami tinggalkan saja si stroller di atas. Dan akupun akhirnya teringat saat memalukan main ski di Prancis, karena ga berani turun, aku duduk ngesot sampai bawah. Dan anak-anak pun dengan senang hati mengikuti caraku. Dan kami pun menikmati bermain salju free style dengan puas. Dari bikin snowman, snowangel, snowwar sampai berguling-guling dari atas ke bawah. Waah, coba kami punya sled :). Bisa main seluncuran nih.


Snowangel

Sapa duluan sampe bawaaaah...
Selain itu, kunikmati pemandangan yang dipahat Allah dengan indahnya ini. Di hadapan kami, berdiri dengan tegak Puncak Matterhorn.Udara sedemikian cerahnya, sehingga langit biru cerah terlihat tanpa awan. Angin pun hampir tidak bertiup, sehingga dingin tidak kami rasakan. Tapi basah di baju kami, memaksa kami mengakhiri permainin disini. Ternyata menunggu kereta cukup lama juga, jadi kami meneruskan bermain, sambil foto-foto dengan patung sapi hehehe...Tumben juga nih, jadwal kereta di Swiss ada yang tidak tepat waktu. Menunggu membuat lapar, sementara kami tidak membawa bekal kecuali buah-buahan yang memang ransumnya anak-anak. Dengan cepat 2 pisang besar jatah masing-masing dihabiskan. Jatah ortu akhirnya pindah ke perut anak. Saat sudah agak mulai kedinginan gara-gara baju yang basah, datanglah kereta.

Mejeng sama Wolli

Where am I?

Di samping stasiun Riffelberg

Sambil ngangetin badan nunggu kereta, mejeng dulu

Dari kereta terlihat pemandangan yang menarik hampir semua penumpang. Sejak perjalanan naik ke atas, aku lihat banyak orang memoto dengan peralatan fotografi berat. Pemandangan Puncak Matterhorn memang memukau kami, para penumpang kereta.

Puncak Matterhorn dari kereta

The Alps dari kereta

Sesampainya kami kembali di Zermatt, kami pun mulai berjalan-jalan menjelajahi kota kecil ini. Dari stasiun tak banyak yang terlihat kecuali penginapan dan cafe-cafe kecil. Karena sudah jam makan siang, ternyata banyak toko tutup. Padahal perut kami juga lapar. Melihat lambang M, bosan juga. Mana tidak bisa sembarang makan. Tetapi walau perut terasa lapar, kami tetap saja iseng masuk ke toko suvenir yang kebetulan sedang buka. Setelah itu, melihat ada museum, juga pengen masuk buat lihat-lihat. Sayangnya tutup. Akhirnya kami hanya sempat berfoto bersama patung beaver yang katanya hidup di sungai dekat kota ini.

Beaver and Museum
Di depan museum dan patung beaver, berdiri di pojokan, kantor kecamatan, (Gemeindehaus). Sebenarnya nebak saja sih, karena dalam bahasa Belanda, Gemeente artinya semacam kecamatan :p. Tertera di gedung tersebut, tahun didirikannya yaitu tahun 1900. Lalu di dekatnya berdiri papan peta kota Zermatt. Saat sedang asyik menelusuri jalan di peta, aku tiba-tiba sekelebat melihat kata-kata kebab di balik papan peta. Kebab? Ih, karena laper kali nih, jadi ada ilusi tipuan mata.


Kantor Camat Zermatt

Oh tidak...Ternyata benaar. Tak jauh dari situ, kami melihat sebuah kedai kebab turki. Waaah, dagiiing! Langsung kami menuju kesana. Dan alhamdulillah, saat kami tanya apakah dagingnya halal, penjualnya bilang halal. Kebiasaan di Eropa, kalau ditanya, biasanya menjawab yang sebenarnya. Seperti pernah kami hendak makan di suatu kedai kebab di Interlaken. Kami tanya yang mana halal? Mereka jawab, yang halal hanya kebabnya saja. Yang lain ada yang tidak halal. Ya, walaupun sudah jelas bukan daging babi, tapi bukan berarti kami yang umat muslim bisa sembarangan makan daging, lho. Hanya daging dari hewan yang diperbolehkan dan yang dipotong dengan cara halal yang bisa kami makan.

Alhamdulillah, kenyaang

Akhirnya, siang itu perut meatlover kami bisa dengan puas terisi kebab porsi Eropa, alias besar. Anak yang tidak doyan kebab, kami jejali dengan french fries. Hehehe... Holiday mode. Alhamdulillah, di tengah kota kecil di atas bukit terpencil, dengan salah satu biaya hidup termahal, masih ada makanan halal. Subhannallah.

Tak terasa hari sudah merambat sore. Sayang sekali memang, winter time membuat matahari enggan bersinar lebih lama. Kami pun harus kembali melanjutkan perjalanan agar tidak terlalu malam sampai di tempat tujuan kami berikutnya, Zurich. Kami pun kembali menuruni bukit dengan kereta, lalu mengambil mobil dan meninggalkan Zermatt melalui Tasch. Dan pergi menuju Zurich dengan memotong pegunungan Alpen menaiki kereta mobil, yang pernah aku posting disini.

Semoga saja, suatu saat bisa kembali lagi kesana. Aamiin.

*Zermatt in our camera














Comments