Tulisan ini nih yang dimuat di Kartini no 2348, tanggal 20 Mei 2013. Di blog tentunya gambarnya bisa lebih banyak, en bisa bernarsis ria hihihi...
==================
Bila mendengar tentang pameran bunga, kebanyakan orang akan mengasosiasikannya dengan negeri-negeri empat musim yang biasa menggelar pesta bunga untuk mengundang turis. Jarang orang berpikir ada festival bunga segar digelar di tengah gurun pasir yang kering. Namun, jangan salah. Ternyata Arab Saudi dengan kekuatan finansialnya, tak mau kalah pamor dengan menggelar festival bunga tahunan. Bahkan tahun 2013 ini acara tersebut sudah memasuki tahun ketujuh.
Setelah beberapa kali ketinggalan mengikuti acara ini
selama 6 tahun keberadaan kami di Saudi, akhirnya kemarin berhasil juga kami menyambangi
acara bertajuk Flower Festival Yanbu 2013 yang berlangsung antara tanggal 18 Februari
sampai 8 Maret. Kami menempuh perjalanan mengemudi 3 jam dari Jeddah untuk
sampai ke kota Yanbu. Ya, dari namanya terlihat bahwa acara ini memang digelar
di kota Yanbu, tepatnya di kota Yanbu Al Sinaiyah.
Yanbu merupakan suatu kota di Propinsi Madinah yang
letaknya kira-kira 300km di sebelah utara Jeddah. Ia saat ini terbagi menjadi 2
bagian yaitu Yanbu Al Bahr (Yanbu) dan Yanbu Industrial City (Yanbu Al Sinaiyah). Jarak antara pusat kota
keduanya hanyalah 10-15 menit. Yanbu merupakan kota bersejarah yang memiliki
beberapa tempat yang berhubungan erat dengan Laut Merah. Di daerah Sharm yang
berada di ujung utara Yanbu, terdapat resor yang konon katanya merupakan tempat
menyelam yang memiliki berbagai macam koral indah. Sayangnya kami bukan
penyelam, sehingga tidak berupaya untuk pergi kesana atau memanfaatkan
kesempatan melihat perut Laut Merah. Selain itu, pelabuhan Yanbu merupakan
pintu penghubung antara daratan Arabia dengan Afrika sejak sebelum jaman Nabi
Muhammad SAW. Dulunya, para pedagang menyebrang Laut Merah (dahulu melalui
pelabuhan Yanbu menuju negeri Syam (Suriah saat ini). Di masa kini, pelabuhan
ini, tentunya dengan bentuk yang lebih modern, merupakan pintu bagi jemaah haji
dan umroh dari negara-negara Afrika, seperti Mesir dan Sudan. Malam itu saat
kami berkendara melewati pelabuhan, tampak deretan bus pengangkut para jemaah Mesir
yang sedang bersiap menaiki lambung kapal feri yang kosong. Tak jauh dari
pelabuhan transportasi, terletak markas polisi penjaga pantai (coast guard) dan
Fish Market yang terlihat cukup besar dari luar.
Relief di pinggiran pantai |
Sementara Yanbu Al Sinaiyah merupakan kota industri yang berdiri sekitar tahun 1976 untuk mengakomodasi industri hilir dari daerah bagian timur Saudi yang kaya akan minyak bumi. Di kota inilah para pekerja perusahaan penyulingan minyak dan berbagai jenis industri berat dan ringan berdomisili. Sebagaimana layaknya kota yang baru dibangun di zaman modern, Yanbu Al Sinaiyah memiliki tata kota yang teratur dengan jalan-jalan besar dan ruang publik dengan rumput hijau yang bertebaran di berbagai sudut.
Pada Flower Festival pertama dan kedua hanya dibuat
berbagai jenis tanaman bunga di banyak bagian kota. Barulah mulai tahun ketiga,
yaitu tahun 2004, panitia festival memasang karpet bunga pertama kalinya di
satu tempat tertentu, saat itu di daerah Corniche Yanbu di tepi Laut Merah. Pada
tahun-tahun berikutnya, karpet bunga inilah yang menjadi daya tarik utama dari
Flower Festival Yanbu. Selain tempat yang berpindah setiap tahunnya, gambar dan
temanya pun selalu berganti. Mulai tahun 2011, karpet bunga dan juga Flower
Festival ini akhirnya dipusatkan di suatu tempat bernama Occasion Park. Tempat
ini berada di pinggir jalan raya utama Yanbu dimaksudkan untuk memudahkan
wisatawan yang datang dari luar kota untuk mencarinya.
Dari jalan raya utama Jalan King Abdulazis, kami berbelok
memasuki pusat kota Yanbu Al Sinaiyah. Aroma festival sudah terasa dengan
banyaknya bunga terpasang di sudut jalan dan di tengah sepanjang jalur hijau.
Masuk ke mari tidak akan terlihat bahwa sebenarnya kita berada di tengah gurun
pasir yang tandus.
Kami pun mencari-cari tempat acara utama festival
diadakan. Plang pengumuman tentang Flower Festival terlihat banyak terpasang di
ujung-ujung persimpangan lampu lalin, yang sayangnya tidak bisa kami baca
karena keterbatasan bahasa. Kami pun sempat tersesat karena tadinya mengira tamannya
berada di sekitar Corniche. Untunglah, seorang penjaga warung yang kami temui
dapat memberi kami informasi tentang keberadaan Occasion Park dan jam bukanya. Ternyata,
taman tersebut baru dibuka pukul 5 sore, namun kami tetap kesana agar saat kami
kembali, kami tidak tersesat lagi. Barulah kami menuju hotel untuk cek in.
Untungnya hotel kami berada di tengah-tengah perjalanan antara Yanbu Al Bahr
dan Al Sinaiyah, sehingga memudahkan kami untuk bolak-balik.
Pukul 5 lebih kami sampai di jalan menuju area parkir. Kebetulan
hari Kamis merupakan akhir pekan di Saudi sehingga dari jalan memasuki arena
parkir, mobil pun berjalan perlahan. Arena parkir pun mulai dipenuhi oleh para
pelancong. Saat parkir, ada kesan sepertinya saya tidak sedang di Saudi karena
semua mobil tertata rapi di dalam garis yang terpampang di atas tanah. Di
Jeddah, hampir pasti semua mobil akan parkir sembarangan tanpa menghiraukan
batas yang sudah tertera. Ketika keluar dari mobil menuju pintu masuk, baru
saya sadar kalau kami agak jauh memarkir mobil kami dari pintu masuk. Untungnya
saat itu udara cukup sejuk dengan angin semilir sehingga perjalanan kami di
udara bebas tidak terasa panas dan melelahkan.
Gagal narsis di Kartini di blog ajaah |
Mendekati gerbang masuk, terlihat jejeran patung huruf
warna-warni yang mengeja tulisan Flower Festival Yanbu 2013. Patung ini menarik
perhatian anak-anak yang kemudian kebanyakan menaikinya, walau selanjutnya
datang petugas satpam yang menghalau. Kemudian di tengah keramaian di depan
pintu gerbang yang dijaga beberapa satpam, kami pun mencari loket untuk membeli
tiket. Ternyata, tidak ada loket penjualan tiket dan penjaga di pintu gerbang
bukan bertugas untuk mengecek tiket, namun menyortir shabab alias anak muda pria agar tidak masuk sendiri tanpa
keluarga. Saat masuk kami pun mendekati pusat informasi yang kami (masih) pikir
menjual tiket sekaligus menanyakan lokasi karpet utamanya. Ternyata memang
tidak ada tiket yang dijual alias acara ini benar-benar gratis! Bahkan di pusat
info tersebut membagikan semacam tiket doorprize yang sayangnya tak kami ambil
karena dalam bahasa Arab. Wah, senangnya dapat gratisan.
Memasuki pelataran, kami disambut pemandangan pameran
dengan berbagai stand berdiri melingkari kebun karpet bunga. Namun bukan ini
karpet bunga yang megah itu. Hanya saja setelah sekian lama hanya melihat
pemandangan gurun yang gersang dan kehijauan yang terbatas, mata kami mendadak
disegarkan oleh banyaknya bunga yang bermekaran dengan indah. Terlihat warna
merah mendominasi dengan variasi garis putih, lalu dihiasi dengan lengkungan
tiang-tiang yang menggantang pot berisi bunga warna-warni.
Madam mejeng dulu |
Mengingat matahari yang sebentar lagi akan terbenam, kami
pun bergegas menuju ke lokasi karpet bunga raksasa. Di sana berkumpul banyak
orang yang sekedar menikmati sambil duduk di kursi yang tersedia dan juga ada yang
sibuk mengambil foto memanfaatkan sisa cahaya matahari. Kami menjadi anggota
golongan yang terakhir. Sungguh kami, terutama saya, merindukan melihat
segarnya hamparan bunga aneka warna.
Matchingin abaya sama background |
Kami pun duduk-duduk sejenak di pinggir permadani yang
panjangnya hampir setengah kilometer ini. Walau disebut karpet, tentunya karena
terbuat dari rangkaian bunga,orang tidak dapat berjalan di atasnya. Dan
sayangnya, tidak disediakan tempat yang cukup tinggi untuk dapat melihat gambar
keseluruhan mosaik permadani ini. Sebuah panggung setinggi kira-kira satu meter
yang dipasang di di pinggir lapangan bunga, tidaklah cukup untuk melihat
semuanya.
Setelah puas memandangi bunga dan berfoto-foto, kami
melanjutkan perjalanan menuju ke daerah pameran dengan berbagai macam standnya.
Kebanyakan stand menjual berbagai macam
bunga dan tanaman. Selain itu juga ada yang menjual peralatan berkebun. Di
dekat permadani, ada suatu tenda besar bertuliskan
“The Museum”. Ternyata disinilah
pusat informasi yang utama dari Flower Festival ini. Sebelumnya saya hanya
mencoba membaca-baca saja keterangan yang kebetulan dalam bahasa Inggris. Lalu
saya mencoba bertanya beberapa informasi kepada petugas penjaga stand museum,
yang di luar dugaan saya, dapat berbahasa Inggris dengan lancar. Darinya saya
mendapat berbagai macam info menarik tentang pameran bunga dan karpetnya.
Aslinya karpet bunganya terlihat seperti ini |
Menurutnya, setelah melewati berbagai tema dan desain
dalam 5 tahun, tahun ini diputuskan tema yang dipakai untuk desain karpet
adalah tentang sejarah perkembangan Yanbu dan Yanbu Al Sinaiyah. Maka dari itu
gambar kapal dan interpretasi Laut Merah mendominasi separuh permadani dan
separuh lagi menggambarkan perumahan dan cerobong pabrik industri. Pembuatannya
menghabiskan sekitar dua juta batang bunga dari sembilan belas jenis yang
berbeda di atas area seluas tujuh ribu meter persegi.
Yang mengagumkan, semua bunga yang ada di area pameran,
termasuk karpet dan bunga di berbagai sudut kota dan jalur hijau jalan raya di
Yanbu, merupakan bunga yang ditanam secara lokal. Sebelumnya terbayang
bunga-bunga ini diimpor dari beberapa negara penghasil bunga. Namun ternyata
bunga ini dapat ditanam di sini karena udaranya yang cukup sejuk di waktu
tertentu dan adanya teknologi pengubahan air kotor menjadi air bersih untuk
irigasi. Oleh karenanya, festival ini hanya berlangsung antara 10-20 hari tiap
tahunnya di bulan Februari dan Maret, waktu dimana iklim di Yanbu terasa
seperti musim semi di negara empat musim.
monumen di pintu masuk kota |
Jalur hijau atau jalur pink? |
Setelah mendapatkan berbagai informasi, kedua anak kami
masing-masing mendapatkan oleh-oleh berupa bibit bunga. Menurut sang pemberi
oleh-oleh, tujuan pemberian souvenir ini untuk menambahkan penghijauan di
rumah-rumah Saudi dan menumbuhkan kecintaan anak pada tanaman. Amat dimaklumi,
karena kami tinggal di tengah gurun yang hanya melihat segelintir bunga saja
pada waktu-waktu dan tempat tertentu. Wah, senangnya keduanya mendapat hadiah
bunga.
Di dalam stand Museum, kami juga melihat berbagai jenis
tumbuhan yang spesifik bisa tumbuh di tanah Yanbu. Juga beberapa proses
penumbuhan tanaman mulai dari biji sampai dengan menjadi bunga siap tanam.
Sepasang kapal terbuat dari rangkaian bunga pun ikut terpajang di sana.
Puas melihat-lihat disini, kami berjalan menuju sisi lain
dari lapangan pameran. Di sini, berdiri berbagai stand yang menawarkan jasa
pemasangan dan landscaping kebun
lengkap beserta contoh hasil karya mereka yang bisa dilihat dan disentuh oleh
pengunjung yang berjubel.
Di pojokan terlihat kumpulan anak kecil sibuk mewarnai
kertas gambar. Tentunya anak saya langsung tertarik untuk ikutan mewarnai. Kami
pun mendatangi tenda di belakang mereka yang ternyata merupakan perpustakaan
atau toko buku (dalam bahasa Arab, kata maktabah
yang tertera di atas stand, bisa berarti keduanya) untuk meminta kertas dan
pensil warna. Ternyata aktivitas mewarnai ini diselenggarakan oleh stand di
sebelahnya yang memajang berbagai lukisan bertemakan bunga tentunya. Sayangnya,
penjaga stand sudah menutup acara mewarnai karena azan Magrib telah
berkumandang. Sebagaimana kebiasaan di Saudi, setiap waktu shalat tiba, banyak
kegiatan yang berhenti untuk memberi kesempatan orang untuk melakukan ibadah
shalat.
Ketika malam tiba, suasana gelap ditimpali oleh cahaya
berpuluh lampu taman yang memberi kesan terang dan indah. Belasan lampu laser
menyorot ke langit di atas karpet bunga dan memberi penerangan bagi pengunjung
karpet yang baru datang. Kami pun akhirnya memutuskan untuk menyudahi kunjungan
kami dengan sebelumnya mampir sebentar ke area penjualan makanan. Barulah
kemudian kami pergi meninggalkan area pameran untuk berjalan-jalan menjelajahi
kota Yanbu di waktu malam.
Sungguh, waktu yang sebentar itu telah menyegarkan mata
dan pikiran sekaligus juga memenuhi rasa penasaran tentang kebenaran adanya
bunga segar di tengah padang pasir.
wah, gak kebayang liat bunga-bunga sekeren itu disana. Padahal arab saudi yg muncul di teve cuma gersangnya doang. Fuh, jadi lebih bersyukur hidup di indonesia. Tanaman dilempar aja bisa numbuh, tanpa teknologi apa2. Sayang karena mudah byk yg gak menghargainya
ReplyDeleteSama kok. Saya pikir juga spt yg saya tulis, bunganya diimport, kan banyak duit hehehe. Makanya harus dibuktikan. Biasanya mungkin begity ya. We rarely treasure what we have until it's gone. Salam kenal :)
Deleteeh iya bener... kayak bukan di Arab..
ReplyDeletehehehe lupa nih, masang foto gersang n orang berabaya, supaya meyakinkan ini emang masih di Saudi kok :D
Deleteitu berapa biaya ya hehe jadi seperti di holand :)
ReplyDeletekeren mbak, bisa masuk majalah nasional.
aku mau dong alamat emailnya, pingin coba2 kirim juga.
salam kenal n makasih yaaa ...
biayanya jangan tanya deh. Tapi Saudi gitu loh, ga berasa kali keluar duit banyak.
DeleteAlamat emailnya utk yg ini redaksi.kartini@yahoo.com mak.
Selamat mencoba...
sampai bingung mo komentar apa mbak. Takjub dan disorientasi. Di gurun Arab ada karpet bunga hidp dan asli ditana di sana? ckckck..... proyek prestisius di awal dan berakhir menjadi kebanggaan tentunya. Berapa biayanya.....
ReplyDelete10 jempol tuk infonya. pinjem jempol punya suami & anak juga. hehe
wadhuh banyak yang tanya biayanya juga. Lupa nanya juga hehehe...
DeleteMakasih jempolnya mba, saya balikin dulu, nanti ga bisa buat ngetik kan repot :D
cantik sekali.... kapan yah bs kesana?
ReplyDeletedidoakan mak, aamiin..
DeleteSemua bisa kalau ada uangnya ya mbak. Biar dikata gurun pasir juga bisaa aja.
ReplyDeletemoney talks katanya hehehe
Deleteunik juga ya, festival bunga di tengah padang pasir yg tandus..
ReplyDelete