Baru saja minggu ini keluarga kami kehilangan seorang anggota keluarga yang cukup dekat. Tentu saja kami cukup merasa kehilangan. Dan sebagaimana adanya kalau aku baru saja mendapat berita duka cita seperti ini, lalu muncullah perasaan itu. What if my time comes?
Dalam hidup seorang muslim hanya tiga kali Allah Ta'ala memanggilnya. Panggilan berhaji, panggilan sholat dan panggilan kembali ke asalnya. Jadi tentunya kita sudah tahu pasti suatu saat akan mati, pertanyaannya adalah kapan? Tentu saja bisa sewaktu-waktu tanpa kita tahu.
Sudahkah aku yang berlumur banyak dosa di masa lalu cukup menengadahkan muka, dengan berlinang air mata memohon ampun dan bertobat? Rasanya belum cukup untuk membayar dosa yang lalu, dosa yang sekarang sudah dibuat lagi.
Sudahkah aku cukup membuat lidah keluku menjadi lincah membaca dan menghafal Quran yang akan menjadi penerang kubur dan pembawa syafaat di hari penghitungan nanti? Rasanya malah semangatku untuk menghafal quran akhir-akhir ini bukannya menguat malah menurun :(.
Rasanya masih banyak hutang pada diri sendiri untuk menganyam keranjang bekal di kubur dan hari akhirat nanti. Semoga dapat menjadi pengingat dan cambuk dalam hatiku untuk tetap keras berusaha membekali diri. I owe my self that much. No one can help me, but myself.
Sekarang aku juga berpikir, bagaimana kalau nanti aku meninggal? Apakah aku akan merepotkan orang terdekatku? Kuharus mulai berpikir agar saat meninggal nanti, jangan sampai merepotkan orang lain.
Kebiasaan di Indonesia, terutama di keluargaku, rasanya pamali membicarakan ini. Wasiat, warisan, penguburan dan lain sebagainya. Tetapi melihat pengalaman minggu ini, rasanya aku harus memantapkan diri untuk membuat surat wasiat saat mudik nanti insya Allah.
At least isi wasiatku adalah aku ingin dikubur, dimanapun aku meninggal. Tak perlu biaya banyak untuk repatriasi bila aku tak meninggal di Indonesia. Biayanya bisa untuk orang yang ditinggalkan dan biaya penguburan. Doa bisa dikirim dari manapun. Itulah yang lebih penting. Semoga dengan adanya surat wasiat, banyak hal yang bisa diluruskan kalau ada yang perlu diluruskan. Karena walau memang pedih rasanya ditinggalkan orang yang kita cintai, namun selalu ada hal hal hukum manusia yang harus ditegakkan biar tegak lurus. Mau bagaimana lagi?
Di negara Belanda dimana sistem asuransinya sudah sangat maju, ada asuransi penguburan. Asuransi ini mengurus segala tetek bengek kematian seseorang. Dari pengurusan jenazah sampai penguburan. Penguburan pun bisa mulai dari pakai acara dengan pemberian penghormatan atau cuma langsung dikubur saja. Tergantung jumlah premi yang dibayarkan lah mewah tidaknya acara penguburannya.
Mengingat aku tak punya asuransi seperti itu, rasanya perlu juga memikirkan untuk menyisihkan sebagian uang untuk hal seperti itu. Bagaimanapun juga penguburan pasti memakan biaya. Itulah, daripada buat repatriasi, kecuali kalau ditanggung asuransi kesehatan, lebih baik buat penguburan dan biaya RS.
Tak mungkinlah aku yang seperti ini bermimpi untuk bisa disholatkan di salah satu mesjid haram, Masjidil Haram atau Masjid Nabawi. Tapi berharap sambil berdoa boleh kan?
Melihat berbagai macam kematian juga membuat terkadang pilu kadang terharu. Pernah kuterharu sangat. Saat itu beberapa tahun yang lalu, mertua sahabatku sedang berkunjung lama kemari. Dan beberapa minggu kemudian, mereka, bapak ibu mertuanya hendak ke Mekkah untuk berumroh dan tawaf wada. Mereka dalam keadaan muhrim saat menuju Mekkah. Tiba-tiba, di perjalanan itu sang ayah mertua mendapat serangan jantung dan ia pun wafat di satu rumah sakit di Mekkah. Masya Allah, ia pun dishalatkan di Masjidil Haram. Wafat dalam keadaan berihram dan dishalatkan di Masjidil Haram? Siapa yang tak mau wafat dalam keadaan khusnul khotimah seperti itu?
Lain lagi cerita tentang ayah angkat seorang sahabat. Ia sudah lama hidup sendiri. Lalu karena sudah tua, ia sering sakit-sakitan. Setelah terakhir masuk ICU, bapak ini meninggal sendirian di rumahnya. Ia ditemukan oleh teman karibnya yang memang sering menjenguknya. Karena meninggal sendirian, walaupun dipastikan karena sakitnya, tetap saja polisi tidak mau ambil resiko, sehingga jasadnya terpaksa di bawa ke rumah sakit untuk diautopsi agar terbukti bahwa memang penyebab kematiannya adalah karena penyebab natural alias sakit atau tua. Bukan karena tindak kriminal atau kekerasan. Penguburannya pun terpaksa tertunda karena ada hari libur. Tidak seperti di Indonesia, dimana kalau orang meninggal disegerakan dikuburkan, di negara ini, semua bergantung pada petugas penguburan. Kalau hari libur mana mau mereka lembur. Mungkin pikirnya, sudah mati juga tidak ada yang urgent. Astaghfirullahaladzim.
Sungguh, ada rasa yang menusuk hati. Bagaimana kalau nanti aku tinggal sendiri dan kejadiannya seperti oom ini? Naudzubillah mindzalik. Allahummagfirlahu...Maafkan dosa-dosanya ya Allah.
Doaku untuk bisa khusnul khatimah akhirnya hanya bisa nyontek ke Nabi Yusuf alaihis salaam:
"(Ya Tuhan). Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di
akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan
orang-orang yang saleh."
(Qs Yusuf: 101)
Aamiin...Semoga kita semua dapat wafat secara khusnul khotimah. Aamiin Ya robbal alamin
Dalam hidup seorang muslim hanya tiga kali Allah Ta'ala memanggilnya. Panggilan berhaji, panggilan sholat dan panggilan kembali ke asalnya. Jadi tentunya kita sudah tahu pasti suatu saat akan mati, pertanyaannya adalah kapan? Tentu saja bisa sewaktu-waktu tanpa kita tahu.
Sudahkah aku yang berlumur banyak dosa di masa lalu cukup menengadahkan muka, dengan berlinang air mata memohon ampun dan bertobat? Rasanya belum cukup untuk membayar dosa yang lalu, dosa yang sekarang sudah dibuat lagi.
Sudahkah aku cukup membuat lidah keluku menjadi lincah membaca dan menghafal Quran yang akan menjadi penerang kubur dan pembawa syafaat di hari penghitungan nanti? Rasanya malah semangatku untuk menghafal quran akhir-akhir ini bukannya menguat malah menurun :(.
Rasanya masih banyak hutang pada diri sendiri untuk menganyam keranjang bekal di kubur dan hari akhirat nanti. Semoga dapat menjadi pengingat dan cambuk dalam hatiku untuk tetap keras berusaha membekali diri. I owe my self that much. No one can help me, but myself.
Sekarang aku juga berpikir, bagaimana kalau nanti aku meninggal? Apakah aku akan merepotkan orang terdekatku? Kuharus mulai berpikir agar saat meninggal nanti, jangan sampai merepotkan orang lain.
Kebiasaan di Indonesia, terutama di keluargaku, rasanya pamali membicarakan ini. Wasiat, warisan, penguburan dan lain sebagainya. Tetapi melihat pengalaman minggu ini, rasanya aku harus memantapkan diri untuk membuat surat wasiat saat mudik nanti insya Allah.
At least isi wasiatku adalah aku ingin dikubur, dimanapun aku meninggal. Tak perlu biaya banyak untuk repatriasi bila aku tak meninggal di Indonesia. Biayanya bisa untuk orang yang ditinggalkan dan biaya penguburan. Doa bisa dikirim dari manapun. Itulah yang lebih penting. Semoga dengan adanya surat wasiat, banyak hal yang bisa diluruskan kalau ada yang perlu diluruskan. Karena walau memang pedih rasanya ditinggalkan orang yang kita cintai, namun selalu ada hal hal hukum manusia yang harus ditegakkan biar tegak lurus. Mau bagaimana lagi?
Di negara Belanda dimana sistem asuransinya sudah sangat maju, ada asuransi penguburan. Asuransi ini mengurus segala tetek bengek kematian seseorang. Dari pengurusan jenazah sampai penguburan. Penguburan pun bisa mulai dari pakai acara dengan pemberian penghormatan atau cuma langsung dikubur saja. Tergantung jumlah premi yang dibayarkan lah mewah tidaknya acara penguburannya.
Mengingat aku tak punya asuransi seperti itu, rasanya perlu juga memikirkan untuk menyisihkan sebagian uang untuk hal seperti itu. Bagaimanapun juga penguburan pasti memakan biaya. Itulah, daripada buat repatriasi, kecuali kalau ditanggung asuransi kesehatan, lebih baik buat penguburan dan biaya RS.
Tak mungkinlah aku yang seperti ini bermimpi untuk bisa disholatkan di salah satu mesjid haram, Masjidil Haram atau Masjid Nabawi. Tapi berharap sambil berdoa boleh kan?
Melihat berbagai macam kematian juga membuat terkadang pilu kadang terharu. Pernah kuterharu sangat. Saat itu beberapa tahun yang lalu, mertua sahabatku sedang berkunjung lama kemari. Dan beberapa minggu kemudian, mereka, bapak ibu mertuanya hendak ke Mekkah untuk berumroh dan tawaf wada. Mereka dalam keadaan muhrim saat menuju Mekkah. Tiba-tiba, di perjalanan itu sang ayah mertua mendapat serangan jantung dan ia pun wafat di satu rumah sakit di Mekkah. Masya Allah, ia pun dishalatkan di Masjidil Haram. Wafat dalam keadaan berihram dan dishalatkan di Masjidil Haram? Siapa yang tak mau wafat dalam keadaan khusnul khotimah seperti itu?
Lain lagi cerita tentang ayah angkat seorang sahabat. Ia sudah lama hidup sendiri. Lalu karena sudah tua, ia sering sakit-sakitan. Setelah terakhir masuk ICU, bapak ini meninggal sendirian di rumahnya. Ia ditemukan oleh teman karibnya yang memang sering menjenguknya. Karena meninggal sendirian, walaupun dipastikan karena sakitnya, tetap saja polisi tidak mau ambil resiko, sehingga jasadnya terpaksa di bawa ke rumah sakit untuk diautopsi agar terbukti bahwa memang penyebab kematiannya adalah karena penyebab natural alias sakit atau tua. Bukan karena tindak kriminal atau kekerasan. Penguburannya pun terpaksa tertunda karena ada hari libur. Tidak seperti di Indonesia, dimana kalau orang meninggal disegerakan dikuburkan, di negara ini, semua bergantung pada petugas penguburan. Kalau hari libur mana mau mereka lembur. Mungkin pikirnya, sudah mati juga tidak ada yang urgent. Astaghfirullahaladzim.
Sungguh, ada rasa yang menusuk hati. Bagaimana kalau nanti aku tinggal sendiri dan kejadiannya seperti oom ini? Naudzubillah mindzalik. Allahummagfirlahu...Maafkan dosa-dosanya ya Allah.
Doaku untuk bisa khusnul khatimah akhirnya hanya bisa nyontek ke Nabi Yusuf alaihis salaam:
فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
(Qs Yusuf: 101)
Aamiin...Semoga kita semua dapat wafat secara khusnul khotimah. Aamiin Ya robbal alamin
aamiin..
ReplyDeleteaku sempet 'dheg' gitu baca kalimat yg "..aku ingin dikubur, dimanapun aku meninggal".. itu empati yg langka mba..
trus soal pamali ngomongin 'mati' di budaya kita, aku jg ga ngerti logikanya, knapa bs jadi pamali..
makasih dah nulis ini mba :)
smoga selama hidup ada kebermanfaatan dalam kehidupan kita bagi orang lain, aamiin..
sama2 Min. Alhamdulillaah, kalau tulisannya bisa bermanfaat. Makasih ya.
Delete