credit |
Sebelum kami meninggalkan Belanda 7 tahun yang lalu, pembuangan sampah hanya dibagi menjadi 3 macam; restafval (semua macam sampah rumah), kertas dan gelas/beling. Mungkin bisa ditambahkan juga dengan furnitur dan peralatan rumah tangga, tapi kan ga sesering yang 3 disebut duluan. Sekarang? Beeuh... dapur jadi penuh kantong sampah sampai 3-4 macam. Karena sekarang ada tambahan lagi yang harus dipisah, plastik. Yup, sekarang plastik ga boleh lagi dimasukkan ke restafval. Dia telah mengekslusifkan diri dari teman2nya sesama sampah rumahan. Bahkan gementee (kantor walikota) menyediakan plastik khusus untuk sampah plastik ini, gratis. Selain itu, yang berusaha kabur dari grup restafval adalah buah-buahan dan sayur yang merupakan sampah organik. Tetapi sampah organik ini masih boleh kok masuk di restafval.
Makanya kami semua sekarang belajar bersama membuang sampah pada tempatnya. Ga emak, bapak dan krucils. Dan anak-anak cukup kooperatif juga. Kalau mau buang sampah, pasti nanya-nanya dulu ke emak or bapaknya yang kadang juga harus ikutan ke dapur untuk liat sampah apa yang mau mereka buang dan ditaruh di tempat yang mana. Soalnya emak n bapaknya juga masih suka bingung, sampah ini dan itu harus masuk kemana ya? Quite fun juga akhirnya karena sama anak2 suka nebak-nebak.. Misal kemasan kertas yang berkilat. Masukkin ke plastik kali yaa. Eh salah, bukan, ternyata paper. Ambil lagi dari kantong plastik, masukkin ke dus kertas.
Hore! Kita bakal misahin sampah :D (credit) |
Repot ga? Jelas. Wong di Jeddah biasa blus, blus, blus, cemplungin ke satu trash bag cukup, terus taro deh di depan pintu apartement buat dibuangin haris atau taro di trash bin besar di compound. Apalagi di Indo, ga keliatan deh tuh bentuk akhirnya gimana, taunya njeblusin sampahnya aja. Sering gue mikir, ini pemerintahnya Belanda ngerjain banget sih. Dia yang perlu sampah plastik buat di daur ulang, eh kita yang disuruh milih-milihin. Pastinya dari daur ulang kan menghasilkan duit tuh...
port tempat buang sampah underground (credit) |
Kerepotan urusan sampah ga sampai situ. Dulu sewaktu di Amsterdam dan Rotterdam, gue tinggal di tempat yang either ada underground garbage disposal, jadi kita tinggal buang aja kantong sampah yang udah penuh ke tempat itu. Biasanya terdapat 3 box berpintu, restafval, paper dan gelas. Atau pembuangan sampah dilakukan berkala dengan meninggalkan kantong sampah di tempat tertentu 2 kali seminggu, dan petugas sampah akan mengangkutnya. Kalau sistem yang kedua, jangan sampai telat taruh kantongnya, bisa-bisa nanti kita harus bertahan dengan bau sampah di dalam rumah selama beberapa hari. Juga ada dalam 1 minggu, jadwal pembuangan barang furniture bekas. Jadi jangan heran kalau di kota-kota besar tau-tau liat, TV, sofa, kasur dll di pinggir jalan. Itu bukan punya orang tunawisma, tapi bekas orang. Dan kadang banyak yang masih layak pakai looh. Pernah suatau hari gue pulang kuliah, tiba-tiba kok di common room flat kami ada kursi klasik kayu berlapis kulit. Buesar banget. Ternyata flatmate gue mulung tuh kursi dibantuin pacarnya. Jiaaah, si mbak ga bilang. Tau gitu, tadi kan minta tolong juga mulung meja kecil yang tadi gue lewatin... hihihi...
hitam: restafval, biru: kertas, hijau: GFT |
Sekarang ini kami tinggal di pinggiran kota satelit. Tempatnya enak sih, tenang dan lega jalannya. Untuk pembuangan sampahnya disini, kita diberikan 3 box tong sampah besar, restafval, GFT (sampah organik), dan paper. Semua box bertuliskan nomor masing-masing rumah, dan pada hari-hari tertentu tiap box harus dikeluarkan dan ditaruh di pinggir jalan untuk diangkut oleh petugas sampah. Beda hari, beda minggu, beda pula box yang harus dikeluarkan. Untuk plastik, kantongnya digantungkan di tiang lampu yang ternyata ada pengaitnya. Untuk tahu jadwal pembuangan sampah, disediakan jadwal yang bisa didownload dari website gementee. Bahkan lebih canggih lagi, ada appsnya loh untuk iOS dan Android. Walaupun terkadang kita ngintip aja dari jendela, jejeran boxnya hari ini warna apa. hehehe maklum rumah cukup dekat tempat kumpulin box.
Gile yaaa.. Itu cuma urusan sampah booow... SAMPAAH...
Kalau ga mau repot-repot nunggu petugas sampah dateng, atau sampah udah banyak seperti kemarin saat kardus-kardus bekas pindahan dan pembungkus furnitur menumpuk, kita bisa pergi ke tempat khusus pembuangan sampah. Wuiih ini tempat udah kayak supermarket sampah aja. Semua jenis tempat sampah ada. Mau buang kulkas, barang elektronik, furnitur bekas, kardus besar, matras, bahan bangunan, ranting dari kebon pokoknya semua ada. Tempatnya buka setiap hari kerja, jam 8-16.00 dan dijaga oleh petugas sampah dari gementee yang mengawasi bahwa kita membuang sampah dengan benar. Dari merekalah kami dapat info, kalau mau, kardus2 kami bisa juga diambil dengan biaya tambahan 12euro per kubik meter. Waktu itu kami masih belum punya mobil, baru pakai mobil sewaan buat jalan-jalan. Ealaaah... mahiil amaat. Ya sudah, cukup lama juga kami menyimpan kardus-kardus di gudang kami karena belum punya mobil. Baru setelah punya mobil, perlahan kami bisa membuang kardus-kardus tersebut.
Yah seharusnya ga begitu heran juga ya. Tahun lalu saja di taman baru di ujung perempatan Tahlia Street dan Andalus Street di Jeddah, gue nemuin tempat sampah bersekat-sekat untuk memisahkan antara plastic, kertas dan makanan. Walaupun mungkin akan lama sekali orang2 di negeri itu untuk berdisiplin memisahkan sampahnya. Jangankan memisahkan, sebaiknya sih ajari dulu membuang sampah pada tempatnya. Tapi paling tidak ada niatan dari pemerintahnya gitu untuk menuju kota yang bersih. Nah, jadi ga usah lebay keheranan lah kalau di negara disiplin kayak Belanda berubah lebih njelimet lagi sistem pembuangan sampahnya. Lagian, sapa suruh balik ke Belandaa...
Kebersihan kan sebagian dari iman. That was happened in 7 year time. Bagaimana dengan Indonesia, Jakarta deh pada khususnya? ;)
kalo sistem persampahan Indonesia khususnya jakarta udah kaya gini Mak, duh ga bakalan ada deh got mampet,sungai dan kali meluap trush pemandangan di pintu air sana udah ga keliatan karena ketutupan sampah plastik, styrofoam bahkan sofa mengambang. Daku sendiri malah pingin repot2 begitu Mak saking desperadonya ngeliat sampah numpuk ga jelas kategorinya di bak penampungan Dinas Kebersihan yang tiap malem diangkut.
ReplyDeletewah sama tuh, di pintu air manggarai kulkas pun ada mak. bukan cuma sofa doang. Seharusnya paling ga, ada tempat pembuangan sampah2 berat macam itu ya. Kan juga freon bahaya juga buang sembarangan.
DeleteSoal styrofoam, itu yang paling mbingungin. Ga boleh masuk ke plastik, paper juga bukan, akhirnya masuk ke sampah semua (restafval).
Pantesan aja kotanya bersih n bebas banjir. Sedikit susah gpp lah. Keren bgt mak. Lha dsni?? Aku coba misahin sampah kering n basah (maksud hati mo Bntuin tukang sampahnya) eh dicampur jd 1 lg.. Pie sii????
ReplyDeleteBerarti besok gak usah dipilih2 lagi, MBa. :D
Deletewahahaha.... itulah, makanya di jkt taunya cuma mbuang sampah ke tempat sampah aja, udah. Bener kata mak Idah, ga usah dipilihin lagi.
DeleteBtw, ga banjirnya bukan karena bersih dari sampah doang mak Muna. In Syaa Allaah kapan2 mau posting soal Belanda ga banjir, terutama kalau udah jalan2 ke Hoek van Holland yang nahan air laut supaya ga mbanjirin Belanda. hehehe
Jadwal pembugan sampah? Belanda benar2 memanfaatkan teknologi.
ReplyDeleteBTW, di daerah saya batu ada dua tempat sampah nih. Organik dan Anorganik saja. :)
Iya mak. Tapi sebenarnya lebih enak, kalau ada yg pembuangan sampah underground itu, ga perlu nunggu truk sampah lewat :p. Sudah memfilter sampah berarti sudah bagus dong yaa, drpd udah dipisahin kayak mak Muna terus malah dicampur lagi hihihi
Delete