gerbang kraton |
Perjalanan biasa dimulai dari Stasiun Balapan atau Bandara Adi Sumarmo menuju ke rumah kediaman Eyang kami di daerah Sangkrah. Di sanalah tempat saya menyimpan banyak kenangan masa kecil. Kini saat eyang putri sudah tiada, saya sering menginap di rumah eyang saya yang lain yang letaknya di dekat alun-alun kidul kraton yang ramai.
Di tengah bangunan-bangunan modern yang berdiri kokoh, Keraton Solo yang terletak di tepian alun-alun kota menjadi pusat pusaran waktu yang membawa pelancong di kota Solo menelusuri sejarah masa lalu Kasunanan Solo. Kita dapat mengunjungi Keraton atau istana "kerajaan" ala Jawa ini melalui pintu gerbang yang berdekatan dengan pintu gerbang menuju Pasar Klewer, pasar batik terbesar di kota ini. Dari depan pintu gerbang keraton terlihat alun-alun Lor (utara) tempat berdirinya sepasang pohon beringin raksasa dan Masjid Agung Surakarta. Alun-alun utama inilah yang dulunya merupakan tempat rakyat berkumpul untuk bertemu rajanya. Kraton ini masih dihuni oleh anggota Kasunanan Pakubuwono sehingga masih terawat oleh ratusan abdi dalemnya yang berdomisili di sekitar kraton. Untuk memasukinya pun ada aturan unggah ungguh (Sopan santun) yang harus ditaati. Jadi jangan memakai sendal jepit dan celana pendek saat berkunjung, atau bila sudah terlanjur, pinjamlah sarung yang disediakan.
Panggung SasonoBuwono |
Terakhir kali saya memasuki tempat ini adalah belasan tahun lalu saat saya masih menjadi mahasiswa. Yang masih kekal teringat adalah kebun pohon sawo keciknya dan singgasana megah Sasana Sumewa serta museum yang berisikan berbagai koleksi barang kerajaan. Duduk di serambi sasana sambil membayangkan berjalan seperti seorang Putri Solo di tengah sejuknya naugnan pohon sawo kecik. Teringat pula bahwa yang namanya istana, sekecil apapun kotanya, tentunya menduduki areal yang luas, mencakup dari depan alur Lor sampai ke belakang museum sehingga cukup membuat pegal kaki kami. Jadi selain menyiapkan baju sopan, siapkan pula sepatu jalan yang nyaman saat berkunjung ke sana.
Keluar dari kraton, jangan lupa mendatangi alun Kidul, yang kini bila sore banyak dipakai untuk tempat bermain anak. Bila teman-teman hendak bertamasya bersama anak, alun-alun ini bisa menjadi penghibur mereka yang lelah berjalan di dalam Kraton. Selain itu disitu terdapat pula kandang seekor kebo bule (albino) yang dianggap keramat oleh penghuni keraton. Tak ketinggalan sebuah kereta tua menghias pula tembok belakang keraton ini.
Foto: bermain di alun-alun kidul
Kios Eyang Mantri di blok C-1, Pasar Klewer |
Namun bila kita menginginkan jenis batik yang lebih modern desainnya, kita dapat pergi ke daerah Kampung Kauman yang terletak tak jauh dari Klewer ataupun ke Kampung Batik di Laweyan. Disana berjejer-jejer rumah galeri yang memajang batik dengan harga yang agak tinggi dengan desain modern dan kain batik dengan kualitas halus. Ohya, di salah satu galeri di Laweyan ini juga menyediakan acara belajar membatik loh. Jadi kita bisa tahu proses membatik itu seperti apa. Seru kan.
Jangan pula lewatkan Sriwedari yang terkenal dengan pertunjukan wayang orangnya. Tapi, terus terang saya lebih suka menelusuri bagian belakang Sriwedari yang merupakan tempatnya buku-buku bacaan bekas, mulai dari fiksi maupun non fiksi sampai buku pelajaran sekolah. Juga dulu saya senang mendatangi tempat-tempat penyewaan buku yang tersebar di kota Solo untuk membunuh kebosanan bila tidak ada aktivitas. Yap, liburan kenaikan kelas yang panjangnya dua minggu lebih itu, kebanyakan memang saya habiskan di Solo.
diambil dr Solopos.com |
Kami memang seringkali pergi tidak hanya di dalam kota Solo, tetapi juga ke desa wisata Tawangmangu di Gunung Lawu dimana terdapat Grojogan Sewu yang katanya undakan tanggannya terdiri dari 1000 anak tangga. Pfiuuh, tak pernah loh saya iseng hitung. Soalnya sibuk mengatur nafas dan bersiaga kalau-kalau ada monyet-monyet nakal yang tiba mengganggu. Tawangmangu yang bisa dibilang seperti daerah Puncak untuk orang Solo dapat dicapai dengan berkendara mobil selama kira-kira sejam, dan merupakan salah satu tujuan wajib kami bila berkunjung ke Solo. Gerah dengan panasnya kota Solo? Silahkan berkunjung ke Tawangmangu yang hijau dan dingin ini dan sempatkan menginap semalam saja untuk menyegarkan paru-paru di kala pagi. Setelah itu, bertamasya dengan menaiki kuda berkeliling desa. Yihaaa...
Tak lengkap liburan ke Solo tanpa menelusuri tiap warung ataupun rumah makan yang menjadi daya tarik utama kota Solo. Itulah salah satu sebab jarangnya saya ke Solo saat mudik ke Indonesia, sebab kami biasa datang sebulan sebelum Idul Fitri. Berpuasa di Solo, waduuh, besar sekali godaannya, walaupun seorang kerabat sempat menceletuk, "Semakin besar godaaan, semakin besar pahala looh". Ya,ya, ya...
Petualangan rasa dimulai sejak pagi hari tanpa perlu keluar dari pintu pagar. Langganan nasi liwet Eyang seringkali lewat pagi hari dan langsung diserbu keluarga kami. Makan dari piring daun pisang menambah selera makan kami. Lain waktu, telah tersedia di meja makan bubur terik telur dan sego tumpang yang dibelikan di pasar dekat Stasiun Kota di daerah Sangkrah, tempat Eyang saya tinggal. Jangan pergi mendatangi sang tukang bubur setelah jam 6, karena bahkan panci yang telah kosong pun tak kan terlihat lagi. Tak mungkin ia akan menunggu saya yang masih terlelap tidur menikmati liburan sekolah. Bila ingin sarapan pagi yang agak jauh dari rumah atau saat terkadang kami sampai pagi-pagi dari Jakarta, soto daging Triwindu di daerah Keprabon menjadi tujuan kami.
Foto: Sepincuk Nasi Liwet, before and after
Belum lagi siang datang menjelang, wisata boga dapat terus berlanjut. Keluarga penggemar makan seperti kami tentu tak lupa untuk menggoyang lidah kami di Sate kambing Pak Bejo yang berada di ujung Sangkrah atau daerah Lojiwetan. Sate pak Bejo terkenal dengan Sate Buntel dan Gule Tongsengnya. Rumor said, kalau pak Bejo ini sering dipanggil ke "istana Cendana", karena Pak Harto sendiri adalah langganan setia pak Bejo. Lepas dari gosip itu, sate Pak Bejo ini merupakan salah satu makanan yang tidak pernah terlewatkan bila saya mengunjungi Solo.
Foto: Kios Pak Bejo dan Sate Kambingnya
Penggemar kuliner Jawa amat dimanjakan bila berada di kota Solo. Banyak pilihan terhampar di depan mata. Ada Soto Gading, Bakso Notosuman, Timlo Sastro di pojokan pasar Gedhe, atau Selat (bistik dengan mayones) mba Lies, Bakmi Jowo di Bekonang (walaupun tak hanya disitu yang enak), Toprak Yu Nani di Kartopuran, Sate Kere Yu Rebi dan masih banyak lagi... Eh kenapa ada sate kere? Sate kere itu sebenarnya terbuat dari tempe gembus, karena itu harganya muraah sekali karena tidak memakai daging. Tapi sekarang kan tempe mahal ya, masih bisa disebut "kere" (gembel) ga yaa?
Toprak Yunani |
Sate Kere Yu Rebi |
Saat hari panas, dulu kami sering mendatangi Es Banjarsari, yang sayangnya sekarang sudah tak ada lagi. Atau ke Es Krim Tentrem di jl. dr Rajiman. Tak lupa pula mampir ke pasar Gedhe membeli dawet selasih yang terkenal seantero Solo. Masih haus? Monggo, hilangkan dahaga dengan es degan (kelapa muda) dengan gula kelapa (merah) yang segar dan khas Solo. Dan bila malam tiba, susu si Jack, yaitu susu sapi dengan berbagai rasa di pengkolan jalan Kapt. Mulyadi dan Sangkrah, atau dikenal dengan nama daerah Lojiwetan pun dapat menjadi pilihan untuk minum-minum.
Foto: Dawet Pasar Gedhe (wonder if she can ship to Holland hmmm..)
Malam tak menjadi hambatan mencari makan. Mari kita lanjutkan daftar makanan yang panjang seperti ngeleseh makan nasi liwet di Solo baru ataupun Sate Ayam Pak Dul di Nonongan dan juga Bakmi Jawa Yu Tritis di Veteran. Ohya nasi liwet juga ada loh di malam hari. Dulu kami sering mendatangi Nasi Liwet Yu Sani di Solo Baru, namun kini ia sudah mempunyai banyak cabang dimana-mana. Memang benar, sekarang telah banyak kedai makan baru bermunculan dengan rasa yang mungkin lebih enak atau rasa fusion (campuran) tetapi yang klasik akan terus teringat karena bukan hanya rasa yang tergugah namun juga kenangannya.
Pasar Ngarsopuro, Mangkunegaran |
NOTE: The Above pictures are personal collections of my family members. Please don't copy without any permission. (Foto-foto diatas, kecuali dari SoloPos, merupakan koleksi pribadi keluarga besar kami. Harap tidak mengkopi foto-foto di atas tanpa seijin kami)
Kangen nasi liwetnya mbak
ReplyDeletehehehe enaak memang mba. Makasih udah mampir ya mba Ika
DeleteWah mbaa Vica bener-bener mengulas habis tentang kota ini, jadi ngiler liat foto kulinernya.... sukses untuk GAnya ya mbaaa :)
ReplyDeleteKalau kata tanteku malah kurang lengkap, disuruhnya aku nambahin lagi halaaah. Ya iya sih, tapi kalau ditulis semua, bisa bikin blog sendiri dong hihihi... Makasih mak Tanty :)
DeleteJadi pengen ke Solo,, mudah2an suatu saat diberi kesempatan kesana. Satenya.....yummy..........:)
ReplyDeleteAamiiin... satenya more than yummy mak ;)
Deletepengen nyobain jalan2 ke Pasar Klewernya saya, Mbak :)
ReplyDeletecobain dong mak.. seru looh ;)
DeleteKios Bu Mantri bukan di C 1 tapi C ( & C 18.
ReplyDeleteKios Bu Mantri ada di Pasar Klewer Los C 9 & C 18
Delete